Sabtu, 27 Agustus 2016

Management Public relation task model komunikasi public relation grung dan hunt ]] ELVINA DAMARA R NPM : 1443010144

Menurut Grunig dan Hunt ada empat model PR yaitu Two way communication symetrical, Two way communication asymetrical, One way communication asymetrical, dan One way communication symetrical, contohnya yang sesuai dengan konteks Indonesia masing-masing sebagai berikut:
1. Two way communication symmetrical
Contohnya Pepsodent, karena di managemen Pepsodent melakukan komunikasi dua arah dengan masyarakat, instansi tersebut tidak menutup diri atas pertanyaan masyarakat atas semua hal tentang Pepsodent dan juga mereka melakukan riset bukan hanya untuk kepentingan perusahaan dalam meningkatkan jumlah pembelian masyarakat terhadap produk Pepsodent tetapi juga untuk kepentingan masyarakat dengan mengadakan program Dokter gigi cilik yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat Indonesia dimulai dari usia dini. 
2. Two way communication asymetrical
Contohnya pengantian  ke gas yang dicanangkan pemerintah, di dalam program ini pemerintah melakukan komunikasi dua arah dan tidak menutup diri atas pertanyaan masyarakat juga komplainnya terhadap masalah bagaimana penggunaan kompor gas yang memang sebagian besar masyarakat masih sangat asing dalam menggunakan kompor gas dengan menerjunkan beberapa kelompok orang untuk mendatangi rumah-rumah
dan memberikan pengarahan cara menggunakan kompor gas juga menerjunkan para teknisi untuk memperbaiki kompor gas yang rusak akibat kesalahan penggunaan kompor gas tersebut. Dan program ini tidak didahului dengan riset tentang penggunaan minyak tanah oleh masyarakat Indonesia, pemerintah tidak melihat kepentingan masyarakat hanya kepentingan pemerintah saja agar minyak di Indonesia tidak habis dan produksi gas bisa meningkat penjualannya.
3. One way communication asymetrical
Contohnya Adam air, saat terjadi kecelakan yang mengemparkan masyarakat Indonesia dengan menghilangnya pesawat dalam kecelakaan tersebut. Pihak Adam air seakan cuci tangan dan saling lempar kesana-kemari akan tanggung jawabnya kepada penumpang. Seluruh kantor Adam air juga tutup. Sehingga masyarakat hanya menebak-nebak saja apa yang terjadi di dalam managemen Adam air, tidak ada komunikasi dua arah antara Adam air dan masyarakat. Adam air juga tidak berusaha untuk meningkatkan hubungannya dengan masyarakat dengan membangun citra yang baik demi kelangsungan hidup perusahanan.
4. One way communication symetrical
Contohnya penyakit misteri di Magelang. Pemerintah memang menangapi penyakit misterius yang banyak menelan korban di daerah Magelang akan tetapi terlalu tergesa-gesa menanggapinya yang menyebutkan bahwa tempe gembus penyebabnya, tetapi hal itu dibantah oleh keluarga korban ataupun korban yang selamat. Pemerintah memang berupaya untuk meningkatakan hubungannya antara instansi dengan masyarakat agar pemerintah bisa membantu masyarakat untuk menemukan penyakit apa yang sebenarnya terjadi juga membantu menanganinya, tetapi respon dari masyarakat hingga kini tidak ditanggapi sehingga membuat komunkasi yang terjadi hanya satu arah.




TWO WAY SYMMETRIC
Menurut Butterick (2012:33) menyatakan bahwa model keempat ini merupakan model yang telah masuk dalam sejarah perkembangan model komunikasi di era modern. Karakter utama dari model ini ialah perusahaan ditantang untuk melakukan dialog langsung dengan pemangku kepentingan tidak hanya membujuk tetapi juga mendengarkan mempelajari, dan memahaminya sebagai proses komunikasi. Grunig (1992: 289) mengidentifikasi banyak asumsi dari model keempat ini yaitu dari praktisi PR seperti Lee, Bernays juga John Hill. Asumsi yang dimasukkan ialah “telling the truth”, “interpreting the client and public to one another,” and “management understanding then viewpoints of employee and neighbors”. Model two-way symmetric ini memberikan sebuah orientasi public relations bahwa organisasi dan publik saling menyesuaikan diri. Mathee dalam Prasetyoningrum (2012: 16)
menjelaskan bahwa model ini berfokus pada penggunaaan metode riset ilmu sosial untuk memperoleh rasa saling pengertian serta komunikasi dua arah antara publik dan organisasi ketimbang persuasi satu arah. Dalam model ini komunikasi dua arah yang jujur menjadi bagian penting dan memposisikan kedua pihak yang berkomunikasi dalam kedudukan seimbang. Komunikasi yang terjalin antara organisasi dengan publiknya adalah untuk mutual understanding. Dalam model ini, komunikasi dijalankan dengan dua arah dengan efek yang seimbang atau balanced effect. Grunig dalam Lattimore (2004: 59) berpendapat bahwa nama lain dari model ini mixed motives, collaborateive advocacy dan cooperative anatgosnism. Tujuan dari model ini ialah mempresentasikan sebuah model yang menyeimbangkan kepentingan pribadi dengan kepentingan publik dalam proses memberi serta menerima yang bisa berfluktuasi antara advokasi dan kolaborasi. Model ini banyak dipraktikkan dalam regulated business, agencies. Lebih lanjut Mathee dalam Prasetyoningrum (2012: 16) menjelaskan dalam model ini terdapat dua riset dengan tujuan yang berbeda. Riset pertama yaitu riset formatif yang bertujuan untuk mempelajari cara publik mempersepsi dan menentukan akibat-akibat yang ditimbulkan organisasi dalam praktik bisnisnya. Hasil dari riset ini dapat membantu manajemen dalam menentukan kebijakan-kebijakan perusahaan. Riset yang kedua ialah riset evaluatif yang digunakan untuk mengukur PR dalam memperbaiki pemahaman manajemen atas publik-publiknya. Dari kedua model two-way asymmetrical dan two-way symmetrical, banyak para praktisi PR yang mengkritik model komunikasi dua arah tersebut, salah satunya adalah kritik terhadap asymmetrical model, Grunig and White dalam Carpenter (2005: 10) berpendapat bahwa pandangan dunia asimetris mengarahkan praktisi PR terhadap tindakan yang tidak etis, bertanggung jawab secara sosial, dan tidak efektif. Miller dalam Grunig (1992: 310) menjelaskan bahwa persuasi merupakan cara alami bagi orang untuk mengendalikan lingkungan. Ehling dalam Grunig (1992: 310) mengacu pada teori PR sebagai manajemen konflik, dia menganggap bahwa manajemen komunikasi yang simetris dapat menjadi pertimbangan PR. Dozier dan Ehling dalam Carpenter, (2005:11) menggunakan teori efek komunikasi massa (efek domino, agenda setting, penggunaan dan gratifikasi) yang membuktikan ketidakefektifan model asymmetric. Pada akhirnya, mereka menolak pernyataan bahwa PR "pada dasarnya manipulatif" dan pengacara merupakan praktek model symmetrical yang melibatkan resolusi konflik dan negosiasi, dari pada persuasi dan efek media. Grunig (1992: 310) menyampaikan argumentasinya mengenai komunikasi simetris terkait dengan persuasi. Grunig menjelaskan awal dari persuasi adalah ketika orang menggunakan asimetris model untuk menyelesaikan konflik dan dalam konflik harus beralih menjadi sebuah strategi persuasi untuk negosiasi ketika langkah yang dilakukan tidak membawa perubahan langsung terhadap suatu yang mereka inginkan. Adanya perbedaan pendapat tersebut membuat Murphy dalam Grunig, (1992: 311) menciptakan sebuah model yang disebut mixed motive model yang di dasarkan pada game theory. Murphy memberikan gambaran jelas tentang model symmetrical PR dipraktikkan dalam dunia nyata. Layaknya sebuah permainan, skenario menang kalah disamakan dengan PR yang menggunakan persuasi untuk memanipulasi publik sehingga kebutuhan korporasi terpenuhi dengan mengorbankan kepentingan publik. Berdasarkan teori game tersebut Murphy menyarankan bahwa model two-way symmetrical menggambarkan mixed-motive model sebab di dalamnya terdapat taktik asymmetrical dan symmetrical. Berdasarkan model milik Murphy, Helleweg dalam Grunig (1992:312) menambahkan saran terhadap asymmetrical dan symmetrical yang menjelaskanadanya hubungan yang ditemukan antara kedua model tersebut. Dari keempat model yang ada, kemudian diturunkan ke dalam dua bagian yang disebut dengan one craft dan one of professional public relations. Praktisi craft PR percaya pada pekerjaan mereka yang terdiri hanya penerapan teknis komunikasi. Tujuan mereka adalah untuk mendapatkan publisitas atau informasi kepada media atau saluran komunikasi. Berbeda dengan profesional PR yang mengandalkan teknik dan pengetahuan PR dan melihat tujuan, strategi organisasi untuk mengatasi masalah serta membangun hubungan dengan publik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar